Selasa, 10 November 2015

Langkah Akhir Sang Pengoar

Langkah Akhir Sang Pengoar
Safitri N. W.
Lukaku masih menganga. Jalanku terseok-seok menahan tubuh lebam
Luka! Luka, bukan dihajar massa, tapi luka karena cercaan dunia

Aku lahir sebagai pengobral kata-kata
Berkoar pada gedung tentang tembok berlumut
Mulut ini suka sekali mengajakku melangkah, mencari kawan berbagi kekecewaan
Batu-batu menusuk kaki
Hingga tapak kaki mengukir jejak di atas batu jalanan
Dan batu-batu jadi petunjuk ke mana selanjutnya aku melangkah…

Tiap jengkal yang ku gapai,
tiap langkah yang ku jejakkan,
aku melangkah ke timur, berhenti di utara,
melangkah ke selatan, tapi berhenti di barat,
dan ingin ke barat, tapi kembali di timur.
terombang-ambing terbawa garis takdir, bukanlah arah tanpa tujuan.
Itulah arah yang kutuju.
Barangkali aku menemukan akhir di satu arah itu
Akhir pencarianku, pengakuan!
Sebentar, biarkan aku bungkam.
 “aku bukan lagi sang pengoar”

Dengar, batu-batu dikakinya melolong, menggertak!… memintanya berbaring.
Dan perlahan ia menyerah pada tanah
Aroma tanah basah, membius hidupnya
Inilah akhir keterombang-ambingan mulut pengoar, jiwa kusut, kulit keriput

“Aku di mana? Sekalipun tak pernah ku kemari”
Suaraku berdegup terhimpit kekosongan
Ruang hampa tanpa suara, ruang hina tanpa aroma
 “Ah… sepertinya mereka memang meniadakanku”
(Singajara’15)