Selasa, 17 Desember 2013

Jiwa Mahasiswa Jelmaan Fotokopi



Mendengar kata Mahasiswa yang terlintas dibenak kita adalah sosok yang memiliki intelektual tinggi, dihormati, dihargai, dan disegani oleh masyarakat. Mahasiswa adalah aset penting Negara yang akan membangun Bangsa ini ke arah yang lebih baik. Mereka dipercaya membangun masa depan negara, memperbaiki sistem, dan menyatukan kepingan aset yang porak poranda, seperti  akhlak, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Namun, apakah asumsi seperti itu akan terus tertanam dalam pemikiran masyarakat? 
Mengacu pada asumsi di atas, saat ini tidak semua Mahasiswa benar-benar menjadi mahasiswa. Pada umumnya mahasiswa terlalu sibuk mempertahankan indeks prestasi (IP). Mereka tidak peka terhadap apa yang terjadi di Negeri tempat kaki mereka berpijak.  Tidak sedikit Mahasiswa kuliah hanya untuk lulus dengan IPK tinggi dan menyandang gelar Sarjana. Tanpa memikirkan apa yang akan dilakukan setelah lulus dan tak peduli dengan proses perkuliahan. Dalam menjajaki dunia perkuliahan tidak hanya IPK yang dijadikan prioritas utama, namun pengalaman  menjadi hal utama yang tak dapat disingkirkan untuk menghadapi tantangan masa depan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita terbang ke kelas mengamati sedikit kegiatan mahasiswa.


Seberapa penting IPK bagi mahasiswa? Mari kita menuju mesin canggih. Mesin yang membantu Mahasiswa mendapat nilai A atau minimal nilai B. Mereka menyebutnya Mesin fotokopi. Menjelang UTS dan UAS, mesin penyelamat itu dikerumuni mahasiswa. Patah tumbuh hilang berganti, istilah yang bisa digunakan untuk tempat yang tak kunjung sepi mahasiswa. Dengan bantuan mesin fotokopi, buku yang awalnya berukuran A4 menjelma menjadi senjata ampuh dengan ukuran 5 cm. Ya, senjata itu yang digunakan untuk memburu nilai. Dengan senjata tersebut mereka tidak perlu belajar hingga larut, tidak repot menghafal atau memahami materi kuliah, apalagi menerapkan ilmu yang didapat. Mereka lebih suka memfotokopi catatan teman. Hanya mengeluarkan modal uang untuk mengubah pusaka menjadi senjata mini. Selain itu, kita pasti pernah mendengar cletukan mahasiswa “posisi tempat duduk memengaruhi nilai saat ujian”, artinya jika pada saat ujian anda duduk di deretan pertama, kemungkinan besar nilai anda lebih kecil dari kawan-kawan anda yang duduk di deret belakang. Saat UTS atau UAS tiba, mahasiswa berbondong-bondong datang lebih awal. Mereka datang lebih awal bukan untuk membiasakan disiplin waktu, melainkan untuk mencari tempat duduk yang strategis. Seperti yang telah kita ketahui, tempat duduk yang dianggap strategis oleh mahasiswa terletak di bangku urutan nomer dua, tiga, empat, dan seterusnya.  
Begitulah kecerdasan mahasiswa masa kini. Cerdas dalam menemukan jalan pintas. Kecerdasan yang merugikan diri sendiri, membawa petaka masa depan. Jika semua Mahasiswa menginginkan tempat strategis tersebut, lalu siapa yang menempati posisi utama? Seharusnya mereka berbondong-bondong mencari urutan pertama, dan Menjadi yang utama. Lalu, siapa yang disalahkan? Mesin atau Mahasiswa sebagai pengguna? Dilihat dari peran mesin fotokopi, mesin hanya menuruti tuannya. Penggunanyalah yang perlu dibenahi, karena pengguna yang memaksa mesin melancarkan kelicikannya. Bukan Mahasiswa seperti itu yang diharapkan untuk mengubah dan mengangkat Negeri ini dari keterpurukan.
Kecurangan seperti itu menjadi kebiasaan yang akan dibawa Mahasiswa ketika terjun ke Masyarakat. Demi IPK Mahasiswa menghalalkan segala cara. Apa yang dibanggakan dari IPK bagus, namun tak mencerminkan diri kita? Seorang Mahasiswa berhak memperoleh IPK tinggi asal mampu mempertang-gungjawabkan nilai yang tercantum pada Kartu Hasil Studi (KHS). IPK memang berperan, namun itu tidak sepenuhnya menjamin keberhasilan di masa depan.
Lalu, mahasiswa seperti apa yang mampu mengubah keadaan Negeri ini? Kembali pada fungsi Mahasiswa, yaitu sebagai generasi yang akan membawa pe-rubahan ke arah lebih baik. Dewasa ini angka pengangguran masyarakat menga-lami peningkatan, pengangguran terdidik banyak yang tidak terserap dalam dunia kerja. Hal ini dikarenakan kurangnya Mahasiswa yang berkompenten. Mahasiswa yang berkompeten adalah mahasiswa yang mampu menyeimbangkan kegiatan Akademik dan non-akademik. Mereka harus tahu tugas dan tanggung jawab sebagai generasi penerus. Mahasiswa yang hanya aktif dalam kegiatan akademik, akan mengetahui ilmu, tetapi tidak menerapkan atau mengambil tindakan dari apa yang diketahui. Dengan adanya kegiatan non-akadenik, ilmu yang mahasiswa ketahui secara langsung diaplikasikan dalam kehidupan dan diakui orang lain.  Sebagai mahasiswa, jalur yang dilalui seorang Mahasiswa tidak hanya Kampus, Perpus, rumah/kost. Jika jalur tersesebut yang diambil, maka akan tercipta mahasiswa pintar dan memiliki nilai bagus, namun tidak memiliki jaringan. Ingat, orientasi mahasiswa tidak hanya IPK. Mahasiswa perlu jalur alternatif lain yaitu membangun sebuah jaringan. Jaringan yang dimaksud adalah hubungan lintas Mahasiswa, Dosen, maupun masyarakat sebagai wadah bersosialisasi. Jaringan akan mempermudah Mahasiswa dalam mengambil jalan untuk gerakan peru-bahan, karena wawasan kita tidak hanya dari kelas, tetapi juga dari alam.
Pada saat Mahasiswa lulus menjadi seorang sarjana, jaringan sangat diperlukan sebagai penunjuk jalan kemana kita akan melangkah. Tantangan masa depan seorang mahasiswa adalah jangan mencari lapangan kerja, tetapi, ciptakanlah lapangan pekerjaan. Sudah Sepantasnya jika mahasiswa ikut berkontribusi untuk perubahan masa depan. Mahasiswa perlu mengembalikan tradisi dan membentuk karekter yang memiliki kepekaan atau kepedulian terhadap kemunduran moral bangsa.
Mahasiswa yang sesungguhnya tidak hanya berorientasi pada nilai, lulus, dan menyandang gelar. Mereka juga memikirkan apa yang bisa dilakukan di masa depan. Dengan begitu Mahasiswa memiliki kegiatan positif untuk menunjang tercapainya tujuan tesebut. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menjadi Mahasiswa seutuhnya. Salah satunya adalah menyeimbangkan kegiatan akademik dan kegiatan non-akademik untuk mengembangkan soft skill.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar