Jumat, 20 Desember 2013

Sinopsis Novel Rumah di Seribu Ombak




Novel Rumah di Seribu Ombak merupakan salah satu novel garapan Erwin Arnada yang sebagian besar menceritakan tentang kuatnya toleransi agama Hindu dan Islam di Kalidukuh, Kaliasem, Singaraja melalui persahabatan dua anak yaitu Wayan Manik (Hindu) dan Samihi (Islam). Untuk mengetahui lebih jelas mengenai isi novel Rumah di Seribu Ombak, penulis akan memaparkan sinopsis Rumah di Seribu Ombak.
Singaraja, Desember 2009, pantai lovina yang lembut dan basah, awan hitam seakan ingin menumpahkan kesedihannya lewat hujan. Saat itu Samihi berdiri di mulut pantai teringat kenangan masa lalunya bersama Wayan Yanik. Di Desa Kalidukuh mereka menghabiskan masa kecilnya.
Samihi adalah salah satu anak Desa Kalidukuh, Singaraja. Samihi dan keluarganya adalah umat muslim. Ayah Samihi berasal dari Sumatra. Sejak dua puluh tahun yang lalu keluarga Samihi menetap di Desa Kalidukuh, Singaraja. Kakak laki-laki Samihi tewas tenggelam di laut, oleh karena itu Ibundanya melarang Samihi dan adiknya mendekati laut. Tidak lama kemudian Ibunda Samihi pun meninggal dunia. Tinggalah Samihi, Ayah, dan Adik perempuan samihi.
 Di Desa Kalidukuh Samihi memiliki sahabat bernama Wayan Manik, ia biasa dipanggil Yanik dan umurnya lebih tua dari Samihi. Mereka kali pertama bertemu di Pantai Lovina, saat Samihi dikeroyok oleh anak-anak Temukus dan Yanik-lah yang menolong Samihi. Saat itu Yanik putus sekolah karena Ibunya sakit-sakitan dan tidak mampu lagi membiayai sekolahnya. Ayah Yanik sudah lama meninggalkan keluarganya. Ia bekerja di Legian dan menikah dengan perempuan lain, sehingga Ayah Yanik menetap di sana. Untuk membiayai hidup, Yanik menjadi tour guide turis asing yang berminat snorkling dan melihat lumba-lumba yang memang sesekali terlihat di Pantai Lovina. Itulah yang menyebabkan Yanik sangat mencintai laut dan terobsesi pada ikan lumba-lumba.  
Pertemuannya dengan Yanik sontak membuat Samihi merasa nyaman. Sejak saat itu persahabatan mulai terjalin diantara mereka berdua. Perbedaan yang ada dalam diri mereka seakan menjadi hal baru dalam hidup. Mereka merasa cocok karena mereka saling mengisi satu sama lain. Kegembiraan dan kesedihan  mereka hadapi bersama. Perbedaan agama sama sekali tidak menghalangi mereka untuk menjalin persabatan. Bahkan dengan kondisi seperti itu mereka belajar untuk saling mentoleransi  satu sama lain. Kisah romansa juga disuguhkan dalam novel ini. Yanik jatuh cinta kepada Syamimi yang merupakan adik Samihi. Yanik sudah menaruh hati kepada Syamimi sejak kecil. Syamimi sebenarnya juga mencintai Yanik tetapi tertahan karena adanya perbedaan agama. Masalah prinsip yang membuat banyak pasangan di muka bumi ini harus menyerah kepada hubungan mereka.
Pada suatu ketika di bulan Ramadhan, Samihi terpilih menjadi salah satu peserta lomba Qiraah mewakili Desa Kalidukuh. Samihi menceritakan hal itu kepada sahabatnya dengan semangat menggebu-gebu. Yanik pun meminta Samihi untuk mengaji di hadapannya. Namun yang terjadi malah ejekan yang didapat. Yanik menganggap suara Samihi hancur, datar, nak turun tidak beraturan, dan tidak  mungkin mendapatkan juara. Demi sahabatnya, Yanik mengajak Samihi belajar mengolah suara ke Pak Nengah, ahli geguritan di Singaraja.
Bersamaan dengan proses belajar Samihi, ternyata selama ini Yanik menyimpan rahasia gelap yang membuat dirinya luar biasa terbebani. Hingga suatu hari, Samihi mengetahui rahasia Yanik. Sebuah tekanan batin yang tak seharusnya ditanggung oleh seorang anak yang semestinya bersenang-senang. Rahasia yang membuatnya malu untuk mengungkapkannya dan menjadi bayang-bayang yang menghantuinya setiap waktu. Dibalik keceriaan yang selalu dilihat oleh Samihi, Yanik menyimpan sebuah rahasia yang tak pernah seorangpun mengetahuinya. Selama ini Yanik terbelenggu oleh ingatannya terhadap perlakuan Andrew, turis asing yang tinggal di Lovina. Andrew pura-pura baik kepada Yanik, ia membiayai sekolah Yanik, mengajari snorkling, dan pada akhirnya Andrew melakukan pelecehan seksual kepada Yanik. Andre menderita penyakit kelainan seksual (pedofilia).
Sejak Yanik membuka rahasia itu kepada Samihi, ia menjadi pendian dan mudah marah. Sore hari, ketika kedua sahabat itu mendewa, Yanik mengajak Samihi untuk menyelinap ke rumah Andre. Yanik ingin mengambil handycam Andrew, di handycam itu ada rekaman gambar Yanik saat diperdaya oleh Andrew. Namun saat melakukan oprasi ke rumah Andrew, anak buah Andrew melihat Yanik. Beruntung mereka dapat melarikan diri.
Setelah penyelinapan itu diketahui oleh anak buah Andrew, yaitu anak-anak temukus yang pernah menjaili Samihi, nasib Yanik terancam. Andrew berusaha menangkap Yanik. Pada suatu ketika berhasilah Andrew menangkap Yanik. Perlakuan buruk dilakukan lagi oleh Andrew kepada Yanik. Samihi sebagai sahabat Yanik dan ikut andil dalam kejadian itu berusaha mencari pertolongan ke Kelian Banjar. Samihi menceritakan kejadian yang menimpanya dan Yanik. Dengan bantuan Ngurah panji, Kelian Banjar Kalidukuh Samihi bergegas menuju rumah andrew. Sesampainya di rumah Andre, Ngurah Panji mengetuk pintu dan memberikan salam secra sopan. Pertanyaan demi pertaanyaan dilontarkan Ngurah Panji pun sangat sopan tanpa emosi, tapi Andrew malah menutup-nutupi kebohongannya. Kebohongan tetaplah kebohongan. Seberapa dalam kebohongan dipendam pasti akan terkikis oleh kebenaran. Seperti itulah kebohongan Andre akhirna terungkap.
12 Oktober 2002, dunia kembali menghadirkan malapetaka baru. Saat orang-orang tenggelam dalam mimpi dan kesenyapan malam, suatu peristiwa berdampak besar terhadap nasib masyarakat Bali, terjadi. Bom meledak di daerah Kuta, Legian terbakar habis. Entah siapa yang tega melakukan hal itu, yang jelas petaka itu telah menewaskan banyak nyawa dan melumpuhkan Pulau Bali. Suasana muram menghiasi seluruh daerah di Bali, termasuk Desa kalidukuh, Ayah Yanik dikabarkan menjadi salah satu korban bom Bali. Sontak setelah kejadian itu, hubungan dua sahabat mengalami kerenggangan. Namun, suasana persahabat persahabatan berangsur baik saat Yanik memaksa Samihi belajar berenang dan menghilangkan traumanya pada air.
Hari-demi dilalui bersama, hingga tiba saatnya dua sahabat ini terpisah. Yanik dan Ibunya pergi meningalkan Desa. Hingga mereka dipertemukan untuk terakhir kalinya di acara lomba qiraah. Dengan penuh keyakinan dan semangat karena Yanik hadir dalam lomba itu, akhirnya Samihi mendapatkan juara satu. Samihi bahagia sekaligus sedih luar biasa. Bahagia karena memenangkan lomba. Sedih luar biasa karena melalui kalimat di atas Yanik mengucapkan kata perpisahannya. Itu adalah pertemuan terakhir Samihi dengan Yanik.
Seiring berjalannya waktu, Samihi lahir sebagai sosok baru. Demi Yanik, Samihi berusaha sekuat tenaga untuk melawan ketakutannya hingga ia berada di posisi yang ia sendiri tidak pernah impikan. Semua karena Yanik. Jika bukan karena dorongan Yanik, Samihi tidak akan berani mengambil langkah pertamanya. Langkah pertama yang kelak akan membawanya menuju jalan hidup yang tak terbayangkan. Kerja kerasnya pun membawa hasil. Berkat ketekunan, kerja kerasnya, dan semangat dari keluarga, serta bantuan dari Pak Wayan, Pak Ngurah Panji, dan Pak Komang Satria Samihi berhasil menjadi pemain surfing hebat. Samihi pun mendapatkan beasiswa ke Australia untuk meningkatkan bakatnya dan melanjutkan sekolah di sana. Selama di Australia Samihi menjadi simbol keberhasilan anak Indonesia sebagai surfer dan mahasiswa pandai.
Samimi, adik Samihi mulai kesepian saat ditinggal kakak tercintanya. Namun, beberapa hari ia merasa ada yang mengawasi dan melindunginya. Ternyata dia adalah Yanik. Yanik telah kembali ke Kalidukuh. Samimi sangat senang Yanik kembali. Saking senangnya setiap hari Samimi mengunjungi rumah Yanik demi menengok Meme Yanik yang sedang sakit. Hubungan Yanik dan Samimi semakin hari semakin mmemberikan pencerahan hidup Takkuat menahan perasaan cinta yang selama ini dipendam oleh Yanik, Yanik pun memiliki keinginan untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Samimi. Dia menunggu waktu yang tepat untuk moment itu. Setelah rencana itu tersusun, Yanik mengajak Samimi ke tengah samudra dan ia pun mengungkapkan isi hatinya. Cintanya tak bertepuk sebelah tangan,  Samimi juga merasakan hal sama kepada Yanik. Namun, perbedaan yang ada diantara mereka menjadi suatu keraguan bagi samimi.
Takdir selalu datang tiba-tiba dan tidak ada yang bisa menghirdar. Meme Yanik meninggal. Sekarang tinggal kesendirian yang melanda Yanik. Kepedihan lebih menghantam Yanik saat mndengar Samimi akan menyusul kakannya ke Australia. Berita itu meang benar, tetapi Samimi tidak ingin ingin pergi. Ia ingin menemani Ayahnya dan menetap di Kalidukuh. Kesalahpahaman itu membawa petaka bagi Yanik. Pagi itu Samimi ingin mengajak Yanik untuk menelepon Samihi. Samimi kaget saat ia menemukan surat dari Yanik yang ditujukan kepadanya. Tak seperti anak seusianya, Yanik berani menentukan tujuan akhir hidupnya. Dengan penuh keyakinan Yanik membiarkan jarinya dan tubuhnya menyentuh ombak. 
Yanik telah pergi dengan jiwanya.

Kamis, 19 Desember 2013

Asal Usul nama Muncar



Asal-Usul Nama Kecamatan Muncar, Banyuwangi
Muncar, merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kecamatan ini terletak di bagian timur kabupaten Banyuwangi, + 35 km dari jantung kota Banyuwangi dan berbatasan dengan selat Bali. Terdapat 10 desa dalam kecamatan ini dengan luas keseluruhan +8.509,9 ha. Kecamatan Muncar adalah sebuah kecamatan sebagai penghasil ikan laut terbesar di kabupaten Banyuwangi dan propinsi Jawa Timur. Selain itu di kecamatan ini merupakan sentra penghasil semangka terutama di desa Tembokrejo dan Bangorejo. Namun sejak tahun 2010 kinerja dan hasil penangkapan ikan kawasan ini mengalami penurunan.
Mengapa daerah penghasil ikan ini diberi nama Muncar? Apa yang melatarbelakangi terbentuknya nama tersebut? Berikut adalah beberapa pendapat mengenai asal mula terbentuknya nama Muncar.
Menurut HR. Suparjo Denowo, penduduk asli Kecamatan Muncar, dusun Muncar berasal dari dua kata, yaitu “Monco” (bahasa jawa) dan “Mancah” (bahasa Madura) yang artinya bermacam-macam. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua penduduk di dusun Muncar adalah pendatang dari berbagai suku atau ras. Sebagian berasal dari Sulawasi Selatan (suku Bugis), Madura, dan beberapa daerah di wilayah Jawa.
Menurut Pak Syamsuri, mantan kepala KUA kecamatan Muncar. Muncar berasal dari kata “Muncrat” (bahasa Jawa), yang artinya adalah keluarnya ikan-ikan dengan jumlah yang luar biasa banyak dari laut yang terletak di sebelah timur derah Muncar. Hal ini terbukti dengan tersohornya Muncar sebagai kota penghasil ikan terbesar di Jawa Timur dan mayoritas penduduk di daerah ini adalah Nelayan.
Berbeda dengan pendapat HR. Suparjo Denowo dan Syamsuri. Pak Sholihin, Mudin dusun Muncar mengatakan bahwa Kata Muncar berasal dari kata “mencar” (bahasa jawa) yang berarti pisah (sebagian menuju suatu tempat dan sebagian lagi menuju suatu tempat yang berbeda). Hal ini masih ada kaitannya dengan peristiwa peperangan antara Minak Jinggo dan Damar Wulan. Setelah Damar Wulan menang, pasukan Damar Wulan beristirahat di tempat yang sekarang bernama Muncar. Di tempat itu muncul perbedaan pendapat antara pasukan-pasukan Damar Wulan. Sehingga sebagian dari pasukan kembali ke kerajaan lewat selatan dan sebagian lewat utara, sampai akhirnya muncullah perpecahan.
Menurut Bapak Saleh (64 tahun), salah satu penduduk asli Muncar yang berprofesi sebagai nelayan, mengungkapkan bahwa nama Muncar erat hubungannya dengan nama Blambangan, Sebuah kerajaan yang letaknya kurang lebih 1 km di sebelah utara Muncar tepatnya berada di Desa Tembokrejo. Bekas-bekas peninggalan keraton yang tingginya berukuran 1 m dan kelilingnya kurang lebih 10 ha, di dalam bangunan ini tedapat Sembilan batu yang berlubang di tengah, batu yang berlubang  tersebut berfungsi sebagai umpak atau penyangga. Umpak tersebut sebagai dasar atau alas dari tiang istana kerajaan Blambangan, oleh sebab itu situs itu dinamakan umpak songo (Sembilan penyangga). Situs ini ditemukan pada kedalaman 1-0,5 meter dari permukaan tanah, membentang dari masjid pasar Muncar hingga area persawahan desa Tembokrejo. Diduga istana ini adalah peninggalan Blambangan pada saat ibu kota pindah ke Muncar. Disebelah timur ompak songo, tepatnya di sebelah timut pertigaan pasar Muncar terdapat sebuah bangunan yang bernama Siti Hinggil (setinggil) yang memiliki makna “tanah yang ditinggalkan”. Pada zaman dahulu bangunan ini digunakan oleh Minak Uncar (utusan dari Minak Jinggo) untuk mengintai musuh. maka dari itu kawasan di sekitar bangunan tersebut di beri nama Muncar.
Itulah beberapa pendapat mengenai asal usul nama Muncar. Perlu di catat bahwa pada awalnya Muncar bukan sebagai Kecamatan Muncar, melainkan Dusun Muncar.

Selasa, 17 Desember 2013

Jiwa Mahasiswa Jelmaan Fotokopi



Mendengar kata Mahasiswa yang terlintas dibenak kita adalah sosok yang memiliki intelektual tinggi, dihormati, dihargai, dan disegani oleh masyarakat. Mahasiswa adalah aset penting Negara yang akan membangun Bangsa ini ke arah yang lebih baik. Mereka dipercaya membangun masa depan negara, memperbaiki sistem, dan menyatukan kepingan aset yang porak poranda, seperti  akhlak, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Namun, apakah asumsi seperti itu akan terus tertanam dalam pemikiran masyarakat? 
Mengacu pada asumsi di atas, saat ini tidak semua Mahasiswa benar-benar menjadi mahasiswa. Pada umumnya mahasiswa terlalu sibuk mempertahankan indeks prestasi (IP). Mereka tidak peka terhadap apa yang terjadi di Negeri tempat kaki mereka berpijak.  Tidak sedikit Mahasiswa kuliah hanya untuk lulus dengan IPK tinggi dan menyandang gelar Sarjana. Tanpa memikirkan apa yang akan dilakukan setelah lulus dan tak peduli dengan proses perkuliahan. Dalam menjajaki dunia perkuliahan tidak hanya IPK yang dijadikan prioritas utama, namun pengalaman  menjadi hal utama yang tak dapat disingkirkan untuk menghadapi tantangan masa depan.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita terbang ke kelas mengamati sedikit kegiatan mahasiswa.


Seberapa penting IPK bagi mahasiswa? Mari kita menuju mesin canggih. Mesin yang membantu Mahasiswa mendapat nilai A atau minimal nilai B. Mereka menyebutnya Mesin fotokopi. Menjelang UTS dan UAS, mesin penyelamat itu dikerumuni mahasiswa. Patah tumbuh hilang berganti, istilah yang bisa digunakan untuk tempat yang tak kunjung sepi mahasiswa. Dengan bantuan mesin fotokopi, buku yang awalnya berukuran A4 menjelma menjadi senjata ampuh dengan ukuran 5 cm. Ya, senjata itu yang digunakan untuk memburu nilai. Dengan senjata tersebut mereka tidak perlu belajar hingga larut, tidak repot menghafal atau memahami materi kuliah, apalagi menerapkan ilmu yang didapat. Mereka lebih suka memfotokopi catatan teman. Hanya mengeluarkan modal uang untuk mengubah pusaka menjadi senjata mini. Selain itu, kita pasti pernah mendengar cletukan mahasiswa “posisi tempat duduk memengaruhi nilai saat ujian”, artinya jika pada saat ujian anda duduk di deretan pertama, kemungkinan besar nilai anda lebih kecil dari kawan-kawan anda yang duduk di deret belakang. Saat UTS atau UAS tiba, mahasiswa berbondong-bondong datang lebih awal. Mereka datang lebih awal bukan untuk membiasakan disiplin waktu, melainkan untuk mencari tempat duduk yang strategis. Seperti yang telah kita ketahui, tempat duduk yang dianggap strategis oleh mahasiswa terletak di bangku urutan nomer dua, tiga, empat, dan seterusnya.  
Begitulah kecerdasan mahasiswa masa kini. Cerdas dalam menemukan jalan pintas. Kecerdasan yang merugikan diri sendiri, membawa petaka masa depan. Jika semua Mahasiswa menginginkan tempat strategis tersebut, lalu siapa yang menempati posisi utama? Seharusnya mereka berbondong-bondong mencari urutan pertama, dan Menjadi yang utama. Lalu, siapa yang disalahkan? Mesin atau Mahasiswa sebagai pengguna? Dilihat dari peran mesin fotokopi, mesin hanya menuruti tuannya. Penggunanyalah yang perlu dibenahi, karena pengguna yang memaksa mesin melancarkan kelicikannya. Bukan Mahasiswa seperti itu yang diharapkan untuk mengubah dan mengangkat Negeri ini dari keterpurukan.
Kecurangan seperti itu menjadi kebiasaan yang akan dibawa Mahasiswa ketika terjun ke Masyarakat. Demi IPK Mahasiswa menghalalkan segala cara. Apa yang dibanggakan dari IPK bagus, namun tak mencerminkan diri kita? Seorang Mahasiswa berhak memperoleh IPK tinggi asal mampu mempertang-gungjawabkan nilai yang tercantum pada Kartu Hasil Studi (KHS). IPK memang berperan, namun itu tidak sepenuhnya menjamin keberhasilan di masa depan.
Lalu, mahasiswa seperti apa yang mampu mengubah keadaan Negeri ini? Kembali pada fungsi Mahasiswa, yaitu sebagai generasi yang akan membawa pe-rubahan ke arah lebih baik. Dewasa ini angka pengangguran masyarakat menga-lami peningkatan, pengangguran terdidik banyak yang tidak terserap dalam dunia kerja. Hal ini dikarenakan kurangnya Mahasiswa yang berkompenten. Mahasiswa yang berkompeten adalah mahasiswa yang mampu menyeimbangkan kegiatan Akademik dan non-akademik. Mereka harus tahu tugas dan tanggung jawab sebagai generasi penerus. Mahasiswa yang hanya aktif dalam kegiatan akademik, akan mengetahui ilmu, tetapi tidak menerapkan atau mengambil tindakan dari apa yang diketahui. Dengan adanya kegiatan non-akadenik, ilmu yang mahasiswa ketahui secara langsung diaplikasikan dalam kehidupan dan diakui orang lain.  Sebagai mahasiswa, jalur yang dilalui seorang Mahasiswa tidak hanya Kampus, Perpus, rumah/kost. Jika jalur tersesebut yang diambil, maka akan tercipta mahasiswa pintar dan memiliki nilai bagus, namun tidak memiliki jaringan. Ingat, orientasi mahasiswa tidak hanya IPK. Mahasiswa perlu jalur alternatif lain yaitu membangun sebuah jaringan. Jaringan yang dimaksud adalah hubungan lintas Mahasiswa, Dosen, maupun masyarakat sebagai wadah bersosialisasi. Jaringan akan mempermudah Mahasiswa dalam mengambil jalan untuk gerakan peru-bahan, karena wawasan kita tidak hanya dari kelas, tetapi juga dari alam.
Pada saat Mahasiswa lulus menjadi seorang sarjana, jaringan sangat diperlukan sebagai penunjuk jalan kemana kita akan melangkah. Tantangan masa depan seorang mahasiswa adalah jangan mencari lapangan kerja, tetapi, ciptakanlah lapangan pekerjaan. Sudah Sepantasnya jika mahasiswa ikut berkontribusi untuk perubahan masa depan. Mahasiswa perlu mengembalikan tradisi dan membentuk karekter yang memiliki kepekaan atau kepedulian terhadap kemunduran moral bangsa.
Mahasiswa yang sesungguhnya tidak hanya berorientasi pada nilai, lulus, dan menyandang gelar. Mereka juga memikirkan apa yang bisa dilakukan di masa depan. Dengan begitu Mahasiswa memiliki kegiatan positif untuk menunjang tercapainya tujuan tesebut. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menjadi Mahasiswa seutuhnya. Salah satunya adalah menyeimbangkan kegiatan akademik dan kegiatan non-akademik untuk mengembangkan soft skill.

Senin, 09 Desember 2013

Damar (semalam)


Masih tentang Damar (semalam)
kami menengadah ke bangunan tua
mata sayup mulai redup, dan seseorang berkata 
"pejamkan mata kalian, biar aku yg menjaga gedung sunyi"

Ruangan berdamar bintang ini ternyata seperti dunia kita
ada suara ketenangan, gambar, desis angin, dan gerak-gerik seseorang disana
dengan lelapnya satu, dua, tiga orang mulai menikmati kehangatan tanah

Beberapa orang bergerombol
Lampu-lampu pinggir kota masih menyala
Gambar-gambar dan rentetan huruf di dinding mengajak kami bercakap
tentang bayangan pelayaran, meski sumua tak tersampaikan

dan mata tak sanggup menyangga, terpejam.

Satu, dua orang yg masih bertahan bergegas menjelma bangunan tua
mengoleskan perekat diantara kata2 yang belum terpasang
Hingga Subuh . . .

Yang masih terlelap, pagi sudah mencari kalian
Kalian lupa perekat selanjutnya sudah menunggu?

terpejam bergantian, yang kami lakukan
perekat mulai dioleskan oleh orang yang berbeda

di sela-sela semburat pagi
seseorang menyaksikan cahaya kecil di udara
dan ia pun mengenalnya . . .

Singaraja, 10 Nov 2013 (diantara gedung penuh kata-kata)